Hanya 100 Hari
Pagi itu “Chrisye” melantunkan lagunya dengan begitu merdu di radio Yasika FM.Sheila mengikuti lirik lagu sambil merapikan baju seragam yang dipakainya.
Sungguh aneh tapi nyata......
Takkan terlupa,kisah kasih disekolah dengan si dia........
Tiada masa paling indah.......masa-masa disekolah.........
Dalam hati, Sheila berkata,”Benarkah syair lagu itu, tiada kasih paling indah kisah kasih disekolah?, tanpa ia sadari jarum jam menunjukkan pukul 06.15. Bergegas Sheila minta izin kepad ibunya untuk berangkat ke sekolah. Maklum, hari ini pertama kalinya Sheila masuk sekolah setelah sekian lama libur kenaikan kelas, jadi Sheila berangkat agak pagi biar dapat tempat duduk agak depan. Tak lama kemudian Sheila sampai di komplek sekolah. Dengan santainya ia berjalan, satu per satu disapa orang yang bertemu dengannya di jalan hingga ia sampai di kelas barunya. Usah yang dilakukannya untuk dapat tempat agak depan ternyata berhasil karena dia berangkat lebih pagi dari teman-temannya.
Karena kesendiriannya itu Sheila melamun “ Ya Allah, sekarang sudah naik kelas 3, sebentar lagi aku akan menghadapi ujian”. Sebuah suara membuyarkan lamunannya, “Hayo, ngelamunin siapa sich?”, dengan kaget dan malu ia menjawab “Nggak ngelamunin siapa-siapa kok”, “Ah yang bener?”, sahut Lili teman Sheila sejak kelas 1. Untuk mengalihkan pembicaraan, Sheila bertanya kepada Lili, “Li, kamu duduk dimana dan sama siapa, sama aku aja ya?”, dengan entengnya Lili menjawab, “Maunya, tapi nggak apa-apa dech”. Selang beberapa waktu kemudian bel berbunyi, namun anak-anak masih ribut dengan topik masing-masing hingga tak lama kemudian Pak Agus masuk dan mengucapkan salam kepada murid-murid, “Assalamu’alaikum Wr. Wb.”, murid-murid menjawab dengan serentak, “Wa’alikum salam”. Sambil menghidupkan suasana, Pak Agus memberitahukan pada murid-muridnya bahwa hari ini belum ada pelajaran, hanya sekedar melengkapi kepengurusan kelas dan membagi buku paket untuk beberapa pelajaran dan setelah itu boleh pulang. Setelah melengkapi kepengurusan kelas, Pak Agus lalu membagikan buku paket pada anak-anak sampai selesai. Selesai mendapatkan buku paket semua, anak-anak membuka bukunya masing-masing. Ada yang pengen tahu bagaimana pelajaran yang nantinya akan mereka hadapi, dan ada juga yang sekedar ingin melihat gambarnya saja.
Tak barbeda dengan teman-temannya yang lain, Sheila membuka buku-bukunya. Tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh dari dalam bukunya. Ternyata itu adalah sebuah foto seorang cowok yang rasanya Sheila belum pernah melihatnya. Sheila bergumam dalam hatinya, “Foto siapa ini, kok ada disini? Tapi nggak apa-apa dech, aku simpan aja, siapa tahu nanti bisa ketemu orangnya”. Sheila tersentak ketika teman-temannya gaduh berjalan ke luar kelas untuk pulang. Dengan tegesa-gesa Sheila memasukkan foto itu ke dalam tas dan segera keluar.
Selama dalam perjalanan hingga sampai di rumah, hati Sheila selalu diliputi tanda tanya besar tentang keberadaan pemilik foto itu. Hari demi hari tanpa disadari tanda tanya dan rasa penasaran di hati Sheila agak berkurang. Namun, di tengah berkurangnya tanda tanya dan rasa penasaran itu, ia malah dipertemukan dengan pemilik foto itu. Pagi itu, Sheila bersama teman-temannya main ke rumah Yaya, salah satu teman akrab Sheila. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang cowok. Entah mengapa dia merasa pernah melihat cowok itu, hingga akhirnya ia ingat kalau cowok itu adalah cowok asli dari foto yang pernah ia temukan. Dengan berani Sheila menyapa cowok itu, Sheila melontarkan kata-kata hingga akhirnya mereka berkenalan. Dan ternyata cowok itu bernama Aji, dia satu sekolah dengan Sheila, namun sayangnya Sheila masih SMP, sedangkan Aji sudah duduk di bangku SMA. Sheila mengira pertemuannya itu adalah pertemuan pertama dan terakhirnya dengan Aji. Namun, apa yang diperkirakan oleh Sheila itu ternyata salah, dan suatu ketika mereka dipertemukan kembali. Pertemuan demi pertemuan dengan Aji terasa biasa saja bagi Sheila, namun tanpa sepengetahuan Sheila Aji menaruh rasa simpati kepada Sheila. Hari berganti hari tanpa disadari rasa simpati di hati Aji berubah menjadi rasa sayang dan rasa cinta. Betapa hebatnya Aji, dia mampu menyembunyikan rasa cintanya itu dengan begitu rapathingga tak ada satupun orang yang tahu bagaimana perasaan Aji terhadap Sheila.
Suatu ketika, Aji menyatakan semua isi hatinya kepada Sheila dan dia mengharapkan sekali Sheila mau menerima pernyataan cinta darinya itu. Namun, Sheila belum bisa menjawab atas cintanya Aji. Bagi Sheila Aji terlalu baik untuk dirinya.
Tanpa disadari kini satu tahun telah berlalu, dan Sheila telah lulus dari bangku SMP. Dan kini telah duduk di bangku SMA. Dalam waktu itu, Sheila belum juga memberikan jawaban atas pernyataan cinta dari Aji yang dulu. Namun hubungan diantara mereka berjalan selayaknya sepasang remaja yang menjalin suatu hubungan, hanya saja belum ada ikatan yang pasti.
Hari itu, tepatnyaHari Sabtu,adalah hari dimana Sheila akan memberikan jawabannya dari pernyataan Aji setahun yang lalu. Betapa senangnya hati Aji mendengar satu kata yang ditunggunya sejak setahun yang lalu, yaitu kata “ya”. Hari demi hari mereka lalui bersama baik suka maupun duka, hingga banyak kenangan yang terukir dalam hati mereka yang sulit terlupakan. Hari berganti hari bahkan sampai beberapa bulan hubungan diantara mereka berjalan dengan baik-baik saja. Namun tiada disangka, selama beberapa waktu lamanya, Sheila dan Aji tidak pernah bertemu walaupun mereka masih dalam satu sekolahan. Entah karena kesibukan masing-masing, atau mereka sama-sama tidak tahu. Gosip pun mulai mulai berhembus tentang Aji dan Sheila. Banyak orang yang mengatakan bahwa hubungan mereka sudah putus, dan mengatakan bahwa Sheila ataupun Aji sudah memiliki pengganti sendiri-sendiri. Bahkan Sheila sempat mendengar dari Edo (teman sekolah Sheila) kalau Aji mutusin hubungan mereka lewat dia. Sheila tidak berusaha mencari kebenaran tentang apa yang dikatakn Edo, bahkan dia sudah yakin karena menurut Sheila sikap Aji sekarang sudah berubah, tidak seperti yang dulu dan sekarang Aji tidak member perhatian kepada Sheila seperti dulu. Hari berganti hari bahkan berganti bulan, Sheila masih juga tidak tahu bagaimana akhir hubungannya dengan Aji. Namun dalam ketidakpastian itu, Sheila tetap menyayangi Aji sama seperti dulu. Suatu saat ketika pelajaran olahraga, Sheila bertemu dengan teman sekelas Aji yang bernam Ana. Ana memberitahukan kepada Sheila kalau Aji sedang sakit, “Kata orangtuanya Aji, Aji cuma sakit biasa aja, tapi aku nggak terlalu yakin sama orangtua Aji, karena belakangan ini aku lihat kalau kesehatan Aji emang mulai menurun. Lagian, kalau cuma sakit biasa doang, kenapa harus dibawa ke rumah sakit segala, iya nggak sie?”, tutur Ani. Sheila menangguk tanda bahwa ia juga merasakan hal yang sama dengan Ani. Hati Sheila menjadi tidak karuan ketika mendengar bahwa orang yang ia sayangi kini sedang terbaring di rumah sakit.
Sepulang sekolah Sheila memutuskan untuk menjenguk Aji, walaupun banyak resiko yang akan ia hadapi. Akhirnya Sheila sampai di rumah sakit dimana Aji dirawat. Aji agak terkejut dengan kedatangan Sheila yang tiba-tiba. Sheila bertanya, “Bagaimana keadaannya, udah baikan?”, “Ya, lumayan”, Aji menjawabnya dengan tubuh yang masih kelihatan lemas. Selang beberapa menit, Aji menyatakan sesuatu kepada Sheila, “Terimakasih kamu mau datang ke rumahku. Aku merasa kasihan sama kamu, karna...... aku akui, saat ini aku tidak bisa mencintai kamu seperti dulu. Aku lebih suka kita berteman saja, karena dengan berteman mungkin hubungan kita akan jauh lebih baik”. Mendengar hal itu hati Sheila menjadi tak karuan dalam menafsirkan apa yang disampaikan Aji. Dalam hati, Sheila berbisik, “Apakah secara tidak langsung Aji telah memutus hubungan kami.... atau.....”
Tanpa disadari air mata menetes di pipi Sheila. Perlahan Sheila melangkahkan kakinya keluar dari ruangan dimana Aji dirawat. Saatdi depan pintu, Sheila bertemu dengan Dimas, kakak Aji yang sepertinya ingin bicara sesuatu padanya.Dimas membuka pembicaraan, “Sheila..... aku ingin bicara sesuatu hal yang penting sama kamu”,“Ada apa kak?”, “Sebenarnya..... Aji itu masih sayang sama kamu”. Sheila menunjukkan wajah kebingungannya. “Tapi, kenapa Aji bilang kalau dia nggak bisa mencintai aku seperti dulu?”, “Itu karena......”, “Karena apa kak?” sahut Sheila kemudian. “Nggak apa-apa kok”. “Kakak nggak usah bohong deh, jelas-jelas itu pasti karena ada apa-apa”, suara Sheila mulai meninggi karena sikap Dimas yang aneh. “Sebenarnya Aji itu sakit leukimia Sheil.....”, “Apa.....”, jawab Sheila dengan sangat terkejut. Sheila secara refleks menutup mukanya dan mulai menangis. Dimas tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa menenangkan Sheila yang sangat terpukul dengan apa yang dikatakan oleh Aji, ditambah lagi kenyataan pahit yang baru saja Dimas katakan padanya. Seketika itu Sheila langsung bangkit dari duduknya dan berlari meninggalkan rumah sakit itu. Dimas mencoba mengejarnya tapi Sheila terlalu cepat berlari. Sheila pulang membawa kesedihan yang teramat berat untuk dilaluinya sendiri. Sesampainya di rumah, Sheila hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis.
Sheila berpikir, ternyata benar apa yang dikatakan oleh Ani. Sejak saat itu, Sheila lebih sering melamun, dan murung. Semua orang jadi aneh dengan sikap Sheila yang dulu terkenal ceria, kini berubah 180 derajat. Suatu hari teman-teman Sheila mengajak Sheila untuk jalan-jalan menikmati liburan akhir semester. Karena Sheila merasa butuh pencerahan, dia menerima tawaran teman-tamannya untuk pergi berlibur ke Bandung.
Beberapa hari di Bandung, Sheila mulai melupakan semua kejadian yang membuatnya seperti kehilangan gairah hidup. Lima hari sudah Sheila dan teman-temannya berada di Bandung, tiba-tiba Sheila mendapatka telepon dari Dimas. “Hallo....ada apa kak?”, “Sheila.... kamu harus cepat kesini, Aji sekarang dalam keadaan kritis”, jawab Dimas dari seberang sana. “Apa..... oke, aku akan segera pulang dan langsung menuju ke rumah sakit”. Seketika itu juga Sheila mengambil penerbangan untuk pulang ke Semarang.
Sesampainya di Semarang, Sheila langsung menuju rumah sakit dimana Aji dirawat. Setelah Sheila sampai di ruangan yang ditempati Aji, ia melihat semua orang dengan wajah tegang. Sheila masuk dan melihat Aji terbaring lemas dengan segala infus yang terpasang di tubuhnya. Saat Aji melihat Sheila, ia langsung memanggil Sheila dan ada hal yang ingin ia katakan pada Sheila. “Sheila.... maafkan aku yang udah nggak jujur sama kamu dan udah bohongin perasaanku sendiri”, Sheila hampir tidak bisa menjawab parkataan Aji. Dengan air mata yang berkucuran di pipi, Sheila menjawab, “Kamu nggak boleh ngomong gitu. Aku ngerti kok kamu pasti nggak pengen aku sedih kalau tahu kenyataan ini. Memang aku sedih, tapi aku nggak akan marah sama kamu”. “Makasih ya, dengan ini aku bisa pergi dengan tenang. Dan sampai kapanpun aku akan selalu mencintai kamu, Sheila”. Itu adalah kata-kata terakhir yang dikatakan oleh Aji, sebelum dia menghembuskan nafas terakhir dalam pelukan Sheila. Aji meninggal tepat 100 hari sejak Aji dan Sheila mulai menjalin hubungan.
Beberapa bulan setelah kepergian Aji, Sheila masih belum bisa melupakan semua kenangannya bersama Aji. Tapi dia sadar bahwa semua makhluk tidaklah abadi. Jadi, kita harus siap kapanpun sang pencipta akan memanggil kita kembali kepada_Nya.
- Karya: Imamatul Qudsiyyah
Komentar
Posting Komentar