Mengejar Waktu
Siang ini matahari bersinar dengan begitu semangatnya. Teriknya sangat menyilaukan mata. Berbanding terbalik dengan semangatku yang sudah mulai luntur. Namun bagaimana pun juga perjalanan hari ini masih panjang. Jadwal kuiah hari ini padat hingga sore nanti. Sejenak ku melamunkan suasana kampung halaman yang sejuk jauh berbeda dengan tanah rantau di sini. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 tepat dan mata kuliah ini akan segera berakhir dan lamunanku terhenti setelah dosen siang itu mengakhiri petemuan. Waktu istirahat pun tiba. Segera aku menuju tempat persinggahan selama di kampus, yaitu basecamp ukm yang mengaungiku selama 2 tahun terakhir ini. ya, selain kuliah formal aku juga ingin aktif dalam organisasi kemahasiswaan yang bahkan memberikan lebih banyak ilmu dan pengalaman dibanding kuliah formal.
Tepat di depan pintu dan kudengar beberapa orang sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya penting. “Assalamu’alaikum”, sapaku. Beberapa orang di dalam pun menjawab salamkku, “Wa’alaikumsalam”
“Eh , Laras, udah selesai kuliahnya? Sini kita lagi ngomongin proker buat ntar akhir tahun” sahut Mas Hamim seniorku
“Proker apa mas?”, timpalku
“Jadi kita mau bikin acara workshop gitu tentang kepenulisan. Acaranya buat umum tapi buat sekarang kita promosiin aja ke anak komunikasi dulu. Gimana menurut kamu?”, terang mas Hamim
“Wah bangus juga itu. Jadi kita sebagai pelopor adanya acara ini buat ngembangin bakat kepenullisan yang gak cuma dimiliki sama anak komunikasi aja, gitu kan?”
“Pinteer...” puji Sari salah satu rekan organisaniku, “Nah karena kamu udah paham betul sama proker kita ini, gimana kalo kamu jadi ketua panitia worshop ini?’, lanjut Sari dengan wajah berbinar
“Aku??” kagetku percaya diri bisa menjalani amanah sebagai ketua acara ini
“Iya, kamu kan udah 2 tahun jadi anggota organisasi ini trus pengalaman kamu masalah event kayak gini juga udah banyak” Mas Hamam coba menyakinkanku
“Oke aku akan coba. Tapi aku butuh banyak bantuan kalian”
“Iya tenang aja, kita semua pasti dukung dan bantu kamu kok”
Akhirnya kubulatkan tekad untuk menerima tawaran teman-teman sesama organisasi penerbitan untuk menjadi ketua panitia dalam salah satu acara workshop kepenulisan yang akan diadakan akhir tahun ini.
Waktu istirahat pun telah berakhir. Ku lanjutkan sisa jam kuliah hari ini hingga tuntas. Sore pun menjelang dan saatnya kembali ke tempat tinggaku di Semarang ini. Selama aku kuliah disini, aku dititipkan di sebuah Ponpes Tahfidzul Qur’an yang tak jauh dari kampusku. Menurut orangtuaku, kuliah saja tak cukup untuk jadi bekal di kehidupan nantinya. Oleh sebab itu, disinilah aku menetap sebagai perantauan. Mengaji dan kuliah. Itulah yang diinginkan orangtuaku yang kini jauh dan jarang kutemui.
Sebenarnya sangat sulit untuk membagi waktu yang singkat dengan 3 aktivitas sekaligus dalam satu hari. Aku tak bisa memilih salah satu dari ketiganya, karena itu semua merupakan kebutuhan untukku. Aku sering mendapat teguran dari Ibu Pondok karena kurang memprioritaskan ngajiku dibanding kuliah. Mungkin karena latar belakang keluarga pengasuh pondok yang tak terlalu mementingkan pendidikan formal jadi berfikir bahwa kuliah tidaklah terlalu penting. Namun menurutku, sampai sejauh ini aku menuntut ilmu bukanlah hanya untuk terpaku pada satu ilmu yaitu ilmu agama saja, tapi ilmu-ilmu lain yang tak kalah pentingnnya untuk bekal hidup di masa depan. Bukan berarti ilmu agama tak terlalu penting bagiku. Tapi menjalankan semua ilmu itu secara beiringan jauh lebih penting.
Beberapa minggu kemudian...
Sebentar lagi akhir tahun dan jadwal UAS pun telah menanti. Banyak tuugas kulliah yang harus kuselesaikan dengan rentan waktu yang berdekatan karena deadline yang bersamaan pula. Di saat sibuk-sibuknya mengejar deadline tugas aku baru teringat tanggung jawabku sebagai ketua panitia acara workshop kepenulisan yang akan diselenggarakan akkhir tahun ini. sebenarnya sudah berkali-kalli Mas Hamim mengingatkanku akan hal ini. Tapi aku sangat jarang ikut rapat karen tugas yang masih banyak menumpuk, padahal aku merupakan ketua panitia yang seharusnya ada dalam setiap rapat acara. Hingga baru aku sadari sudah beberapa hari ini aku tidak mendapat kabar mengenai penyelenggaraan workshop akhir tahun. Ada sedikit ketakutan dalam diriku. Aku khawatir aku dianggap tidak bisa menjaga amanat yang telah diberikan. Memang aku sadari salahku yang belum dapat membagi waktu dengan baik hingga akhirnya semua jadi ketetran seperti ini.
Kubernikan diri untuk mengunjungi basecamp yang sudah lama aku tak kesana. Dan benar saja, saat aku masuk kesana semua mata tertuju padaku dengan raut wajah yang menggambarkan kekecewaan. Aku langsung jadi kikuk seketika. Ruangan menjadi hening dan aku bingung harus berbuat apa. “Acara workshop akhir tahun dibatalin”, Alif mulai membuka pembicaraan
“Lho kenapa?” tanyaku tak percaya
“Kamu sadar nggak kenapa acara ini bisa dibataliln? Rencana kita selama ini gak ada yang jalan sama sekali. Kamu tahu posisi kamu itu jadi apa? Ketua panitia! Tapi mana sumbangsi kamu sama acara ini? Nggak ada! Rapat pun kamu gak pernah ada. Kamu tahu kenapa awalnya kamu yang kita tunjuk jadi ketua? Karena selama 2 tahun kamu disini dedikasi kamu tinggi. Tapi kenapa saat kamu udah dikasih wewenang malah kayak gini? kamu masih inget kamu bilang apa pas setuju jadi ketua. Kamu bersedia asal kami juga bantu kamu. Gimana kita bisa bantu kamu kalo kamu gak bilang apa yang perlu kita lakukan? Kita nunggu instruksi dari kamu karena menghormati kamu sebagai ketua. Terus kalo udah kayak gini, kamu mau gimana? Waktu tinggal 2 minggu dan gak ada persiapan apa-apa” Alif ungkapakan semua keluh kesahnya atas tanggung jawab yang aku telantarkan.
“Kita bisa”, jawabku singkat
“Apa? Kamu fikir dengan waktu yang singkat ini bisa bikin acaranya sukses?” Maya yang sedari tadi diam menimpali. Aku merasa dipojokkan sekarang
“Aku minta maaf kalau selama ini aku lepas tanggung jawab sama acara kita. Ini karena salahku yang kurang bisa bagi waktu dan lebih fokus sama deadline kulliahkku. Aku juga gak bisa ninggalin kewajibanku sebagai santri yang gak lepas dari kegiatan di pondok. Bukan berarti aku ngalahin organisasi kita. Aku cuma nyelesaiin apa yang jadi fokus aku sekarang ini. Tapi aku salah karena terlalu fokus sama hal tertentu dan melupakan kewajibanku di organisasi ini. Aku pengen perbaiki kesalahan ini. Kesalahanku sama organisasi ini, kesalahnku sama kalian . “
“Kami perlu bukti ras, bukan Cuma sekedar janji” tambah Maya
“Aku janji dan akan aku buktikan. Dalam waktu 2 minggu ini acara workshop harus jalan dan gak boleh dibatalin. Aku emang gak bisa janjiin kalo acara ini bisa sukses, tapi setidaknya aku akan berusaha.”
“Oke kalau kamu maunya kayak gitu. Acara ini gak akan dibatalin, tapi kamu harus konsisten sama omongan kamu. Kalau tekad kamu buat nerusin acara ini sungguh-sungguh, kita akan coba bantu”, perkataan Alif seperti angin segar buatku. Kepercayaan diriku kembali lagi.
Tanpa lama-lama aku langsung menkonsep acara akhir tahun ini dengan sederhana. Ku harap dari pengalaman membuat even sebelumnya bisa membantu. Aku pun mulai membagi waktu antara kuliah, ornagisasi, dan kegiatan pondok. Meskipun tak mudah, tapi ini adalah bentuk konsekuensi yang harus aku jalani. Acara yang tinggal seminggu lagi pun sudah terkonsep dengan baik.
Hari berganti hari hingga saat acara H workshop kepenulisan bertajuk “Lewat menulis, dedikasikan kreatifitas pada dunia” dapat berjalan dengan baik. Acara ini tak bisa disebut sukses sepenuhnya karena keterbatasan waktu persiapannya. Namun, kegigihan semua anggota organisasi atas terlaksananya acara ini patut untuk diacungi jempol.
Aku mulai belajar dari sebuah kata-kata bijak “Seseorang yang berani membuang waktu 1 jam dari hidupnya bukanlah seseorang yang menghargai kehidupan “. Satu jam saja waktu yang kita sia-siakan, bisa saja membunuh di kemudian hari. Bahwa waktu merupakan hal kecil yang tak seharusnya disepelekan. Karena waktu yang sudah berjalan dan meninggalkan kita takkan mungkin bisa kita kejar. Kecuali kalau kita mempunyai tekad untuk mengisi waktu itu untuk hal yang penting bagi kita dan orang lain.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar