Stress

BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang

Psikologi merupakan bagian dari ilmu jiwa. Psikologi mempelajari tentang perilaku manusia bukan jiwa manusia. Psikologi adalah proses mental (tidak tampak), tentang kesadaran manusia, tentang aktivitas-aktivitas manusia secara kognitif, emisonal, dan motorik.
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar untuk dijelaskan artinya. Kesehatan adalah keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Psikologi kesehatan menyangkut bagian khusus dari bidang ilimiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku yang memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan ini. Dalam mempelajari psikologi dan kesehatan, salah satu materinya menyinggung tentang stress. Makalah ini akan membahas tentang ruang lingkup stress.

I.II Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
I.    Apa pengertian serta bagaimana konsep dasar stress?
II.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi stress?
III. Bagaimana pemahaman mengenai tingkatan stress?
IV.  Bagaimana cara mengatasi stress?

I.III Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat dicapai adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang stress serta konsep dasar stress.
2. Menjelaskan faktor- factor yang mempengaruhi stress.
3. Mengklasifikasikan mengenai tingkatan stress.
4. Menjelaskan car-cara mengatasi stress.



BAB II
PEMBAHASAN

II.I Pengertian, konsep dasar stress

Menurut Sapolsky (1998) dalam buku Biopsikologi karangan J.W. Kalat menyatakan Istilah stress banyak dikemukakan oleh para ahli salah satunya Hans Selye (1979) yang menyatakan bahwa stress adalah respon nonspesifik terhadap segala tuntutan yang ada. Selye menyimpulkan bahwa segala ancaman terhadap tubuh dan pengaruh spesifiknya akan memicu respons umum terhadap stress. Selye menyebutnya dengan sindrom adaptasi umum.
Pada tahap awal sindrom tersebut dia beri nama dengan tahap peringatan (alarm), yang ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas sistem saraf simpatetik yang mempersiapkan tubuh untuk aktivitas darurat yang singkat. Dalam tahap kedua, yaitu tahap resistensi, terdapat penurunan respons sistem saraf simpatetik, tetapi korteks adrenal menyekresikan  kortisol dan hormon lainnya yang berguna bagi tubuh untuk mempertahankan kesigapan dalam waktu yang lama, infeksi perkelahian, dan penyembuhan luka. Tubuh akan memasuki tahap ketiga setelah terjadi stress bersistensitas tinggi yang berlangsung lama, tahap tersebut bernama tahap kelelahan (exhaustion). Di dalam tahap tersebut, individu menjadi lelah, pasif, dan rentan, yang disebabkan karena sistem saraf dan sistem imunitas tidak memiliki cadangan energi yang cukup untuk mendukung respons mereka sendiri yang mengalami peningkatan (Kalat, 2012).
Banyak orang memiliki pengetahuan langsung tentang stress kronis: Hamermesh dan Lee (2007) menemukan bahwa 55% perempuan Amerika dewasa dan 43% laki-laki Amerika dewasa melaporkan selalu atau sering merasa stress. Sayangnya, tubuh kita tidak dirancang untuk menangani paparan stress jangka-panjang dan karena jangka waktunya cukup panjang, kita menjadi kelelahan dan rentan terhadap penyakit. Proses ini dideskripsikan oleh Hans Selye (1956) di dalam karya rintisannya tentang stress, yang berkulminasi pada hipotesis sindrom adaptasi umum: Ketika dihadapkan pada sebuah pemicu stress sementara, sistem melawan-atau-menghindar kita sering bekerja dengan sangat efektif, tetapi dengan paparan stress yang berulang-ulang atau berkepanjangan, tubuh kita akhirnya aus atau rusak (Pomerantz, 2014).
Konsep stress yang diajukan Selye meliputi semua perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya, antara lain dipecat dari sebuah pekerjan atau dipromosikan ke jabatan baru, kedua contoh tersebut dianggap sebagai pengalaman yang menimbulkan stress, seperti semua peningkatan ataupun penurunan aspek-aspek yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Bruce McWen (2000, hlm.173) mengajukan sebuah definisi stress yang telah diperbaiki, yaitu peristiwa yang diinterpretasikan oleh individu sebagai sesuatu yang mengancam serta menimbulkan respons psikologi dan perilaku. Definisi tersebut berbeda dengan definisi yang diajukan Selye, tetapi memiliki ide yang sama, yaitu banyak peristiwa yang dapat menyebabkan stress dan tubuh bereaksi terhadap semua jenis stress tersebut dengan cara yang serupa (Kalat, 2012).

II.II Faktor-faktor yang mempengaruhi stress

Menurut Andreasen dalam jurnal karangan Musradinul yang berjudul Stress dan Cara Mengatasinya dalam Perspektif Psikologi menyatakan bahwa sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut stressor, begitu pula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Stress dapat dipicu oleh stressor. Tentunya stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu:
Lingkungan
Yang termasuk dalam stressor lingkungan disini yaitu:
Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu memiliki nilai negatif dan positif terhadap perilaku masing-masing individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan tersebut.
Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat kuliah, perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
Perkembanga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan untuk selalu update terhadap perkembangan zaman membuat sebagian individu berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang hal-hal yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu yang tinggi atau disebut gaptek.
Diri sendiri, terdiri dari:
Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin dicapai.
Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.
Pikiran
Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat orang menjadi stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stress. Menurut Kozier dan Erb, dikutip Keliat B.A di dalam jurnal karangan Musradinul bahwa dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a. Sifat stressor. Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi dan darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh stressor pada setiap individu berbeda-beda.
b. Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap menerima akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal yang kecil.
c. Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor yng sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.
d. Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang terdahulu mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
e. Tingkat perkembangan, artinya tiap individu memiliki tingkat perkembangan yang berbeda.

II.III Tingkatan Stress

Stress yang menimpa seseorang tidak sama antara satu orang dengan yang lainnya, walaupun faktor penyebabnya boleh jadi sama. Menurut Amberg, gangguan stress biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya dan sering kali kita tidak menyadari. Berikut adalah keenam tingkatan tersebut :
a. Stress tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat sress yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan :
Semangat besar.
Penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya.
Energy dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan masalah pekerjaan lebih sari biasanya.
b. Stress tingkat 2
Dalam tingkatan ini dampak stress yang menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energy tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan :
Merasa letih ketika bangun pagi.
Merasa lelah sesudah makan siang.
Merasa lelah sepanjang sore.
Terkadang gangguan system pencernaan, kadang pula jantung berdebar.
3. Stress tingkat 3
Pada tingkatan ini keluhan keletihan Nampak disertai dengan gejala :
Gangguan usus lebih terasa.
Otot terasa lebih tegang.
Perasaan tewgang yang semakin meningkat.
Gangguan tidur.
Badan terasa oyong.
4. Stress tingkat 4
Tingkatan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, ditandai dengan ciri-ciri :
Untuk bias bertahan sepanjang hari terasa sulit.
Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan social dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
Tidur semakin sukar, seringkali terbangun dini hari.
Perasaan negativistic.
Kemampuan konsentrasi menurun tajam.
Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan.
5. Stress tingkat 5
Tingkat ini merupakan keaadaan yang lebih mendalam dari tingkatan empat diatas :
Keletihan yang mendalam.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu.
Gangguan system pencernaan.
6. Stress tingkat 6
Tingkat ini merupakan tingkatan puncak yang merupakan keadaan darurat. Gejalanya :
Debaran jantung terasa amat keras.
Nafas sesak.
Badan gemetar
Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan atau collap. 

II.IV Cara-cara mengatasi stress

1. Prinsip Homeostatis
Menurut prinsip ini organisme selalu berusaha mempertahankan keadaan seimbang pada dirinya. Sehingga bila suatu saat terjadi keadaan tidak seimbang maka akan ada usaha mengembalikannya pada keadaan simbang.
Prinsip homeostatis berlaku selama individu hidup. Sebab keberadaan prinsip pada dasarnya untuk mempertahankan hidup organisme. Lapar, haus, lelah, dan lain-lain merupakan contoh keadaan tidak seimbang. Keadaan ini kemudian menyebabkan timbulnya dorongan untuk mendapatkan makanan, minuman, dan untuk beristirahat. Begitu juga halnya dengan terjadinya ketegangan, kecemasan, rasa sakit, dan sebagainya yang mendorong individu bersangkutan untuk berusaha mengatasi ketidakseimbangan ini.
2. Proses Coping terhadap Stress
Upaya mengatasi atau mengelola stress dewasa ini dikenal dengan proses coping terhadap stress. Menurut Bart Smet, coping mempunyai dua macam fungsi, yaitu:
3. Emotional-focused coping
Emotional-focused coping dipergunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu seperti penggunaan minuman keras, bagaimana meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan.
4. Problem-focused coping
Problem-focused coping dilakukan dengan mempelajari ketrampilan-ketrampilan atau cara-cara baru mengatasi stress. Menurut Bart Smet, individu akan cenderung menggunakan cara ini bila dirinya yakin dapat merubah situasi, dan metode ini sering dipergunakan oleh orang dewasa. Berbicara mengenai upaya mengatasi stress, Maramis berpendapat bahwa da bermacam-macam tindakan yang dapat dilakukan untuk itu, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu:
Cara yang berorientasi pada tugas atau task oriented
- Mengatasi stress dengan cara ini berarti upaya mengatasi masalah tersebut secara sadar, realistis, dan rasional. Menurut Maramis cara ini dapat dilakukan dengan serangan, penarikan diri, dan kompromi.
- Cara yang berorientasi pada pembelaan ego atau ego defence mechanism
Dalam mengatasi stress dengan cara ini dilakukan secara tidak sadar (bahwa itu keliru), tidak realistis, dan tidak rasional. Cara ini dapat dilakukan dengan: fantasi, rasionalisasi, identifikasi, represi, regresi, proyeksi, penyusunan reaksi (reaction formation), sublimasi, kompensasi, salah pindah (displacement).









BAB III
PENUTUP

III.I Kesimpulan

Hubungan stress dengan kesehatan sangat kompleks dengan model-model yang berbeda. Stress adalah  peristiwa yang diinterpretasikan oleh individu sebagai sesuatu yang mengancam serta menimbulkan respons psikologi dan perilaku.
Konsep stress yang diajukan Selye meliputi semua perubahan yang dialami seseorang dalam hidupnya, antara lain dipecat dari sebuah pekerjan atau dipromosikan ke jabatan baru, kedua contoh tersebut dianggap sebagai pengalaman yang menimbulkan stress, seperti semua peningkatan ataupun penurunan aspek-aspek yang terjadi dalam kehidupan seseorang.






DAFTAR PUSTAKA

Hawari.1997.al-quran ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa. Jakarta : Dana Bakti Prima Yasa
Jurnal Edukasi Vol 2, Nomor 2. Universita Islam Negeri Ar-Raniry
Kalat, James W. 2012. Biopsikologi Edisi 9- Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika
Kedokteran UGM Pomerantz, Andrew M. 2014. Psikologi Klinis. Yogyakarta: Pustaka Belajar Musradinur. 2016. Stress dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Psikologi.
Smet bart. 1993. Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grasindo
Soewadi. 1990.  Bahan Kuliah Ilmu Kedokteran Jiwa. Yogyakarta: Fakultas

Komentar

Postingan Populer