Perempuan
Perempuan : Sumur, Kasur, Dapur
Masyarakat
Indonesia rata-rata menekankan kalau perempuan cukup pintar masak, melahirkan
dan bersih-bersih rumah. Faktanya ada hal lain yang tak kalah penting dari itu,
salah satunya adalah pendidikan.
Stigma masyarakat
mengenai "masak, macak, manak adalah kewajiban perempuan" yang terbentuk
dari budaya patriarki yang turun temurun di Indonesia.
Sedari dulu, perempuan
selalu dikaitkan dengan dapur dan pekerjaan rumah, bahkan tak jarang lontaran
negatif didapatkan oleh perempuan yang mengenyam pendidikan tinggi.
"Buat apa sekolah
tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga? Menghabiskan
uang orangtua saja"
Saya tegaskan sekali
lagi, tidak ada kata percuma. Mau berakhir menjadi wanita karier atau ibu rumah
tangga, tidak ada pendidikan tinggi yang sia-sia bagi perempuan.
Pendidikan tinggi
bukan hanya sebagai "jembatan" menggapai gelar dan membangun karir,
melainkan tempat kita menimba ilmu, menambah wawasan, membentuk pola pikir,
yang pastinya sangat berguna bagi diri sendiri dan orang di sekeliling.
Sebagaimana yang telah
diungkapkan oleh seorang penyair ternama Hafiz Ibrahim, beliau mengungkapkan
sebagai berikut: "Al-Ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban
thayyibal a'raq".
Artinya: Ibu adalah
madrasah (Sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik,
maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Untuk mewujudkan
seorang anak yang sehat, ceria, dan berakhlaqul karimah, maka dibutuhkan seorang
perempuan yang memiliki semangat seperti
Ibu Kita Kartini, dimana terkadang kesulitan harus kita rasakan terlebih dulu,
sebelum kebahagiaan yang sempurna datang menghampiri.
Seorang perempuan yang memiliki pendidikan yang tinggi, dan mau
merawat anaknya dengan penuh kasih sayang, amanah dan memastikan ilmunya bisa
bermanfaat kepada orang lain, itulah jiwa seorang ibu.
Semakin banyak
perempuan yang berkualitas pada keluarga, maka akan kuat pondasi bangsa ini,
namun bila seorang ibu atau kartini ini pendidikannya sangat rendah, hanya
tamatan SD atau belum tamat, kemudian tidak bisa menyekolahkan anaknya hingga
sampai jenjang pendidikan dasar.
Saya ingin menjadi
perempuan pertama yang dapat menanamkan nilai-nilai teladan kepada anak. Saya
ingin menjadi perempuan pertama yang bisa menjawab pertanyaan anak dengan
cerdas dan bijak. Saya ingin menjadi perempuan pertama yang dapat menjadi
tempat diskusi anak secara sehat. Saya ingin melahirkan anak yang teredukasi
agar bisa berkembang.
Semua itu tidak akan
berjalan semudah membalikkan telapak tangan jika tidak didasari dengan ilmu,
dan menempuh pendidikan merupakan salah satu jalan mencapai ilmu tersebut.
Penulis :
Chikmatul Ainiyah (1701016050)
Komentar
Posting Komentar